Berpose usai wisuda (ist) |
Gumpalan awan berkelompok mengecil, memperlihatkan birunya langit.
Seolah ruang muka bumi mempersilahkan aktivitas manusia tanpa hujan maupun
mendung.
Nau…ut….! Teriak sekelompok mahasiswa di salah satu teras gedung
terhormat Kampus Universitas Negeri
Manado (UNIMA), Selasa, 9
Desember 2014 lalu.
Langit Kota Manado seolah mendukung suasana sekitarnya. Kampus
tambah ramai, dipadati manusia dari beragam suku dan ras di nusantara. Banyak
orang berlalu lalang di sekitar arena kampus negeri itu. Tak hanya
mahasiswa-mahasiswi, rekan tapi juga orangtua, wali keluarga, kebanyakan juga berwajah
baru. Mereka lantaran hadir untuk menyaksikan rapat senat terbuka. Situasi
demikian di lokasi itu terjadi empat kali dalam setahun. Atau setiap triwulan
sekali. Pada akhir tahun, digelar setiap bulan desember.
Nataniel Uti (ist) |
Diantara kerumunan manusia itu, sekelompok pemuda dan pemudi
mengelilingi lelaki yang dipanggil Naut itu. Ternyata dia adalah Nataniel Uti,
lelaki kelahiran Obano Tanggal 10 Nopember tahun 1990. Ayah kandungnya, Pilipus
Uti meninggal pada tahun kelahiran Naut. Sedangkan ibu kandungnya meninggal
dunia setelah 4 tahun kemudian, tahun 1994.
Dua tahun berkelana bersama kedua
kakaknya, yakni Monika dan Karlina Uti di Obano (1994-1996). Maka tak heran
bila wisuda, Selasa 9 Desember 2014, merupakan peristiwa terharu bercampur
deruh. Duka, tapi Naut tengah berbahagia. Ia tengah menikmati hasil perjuangan
di bangku pendidikan selama 18 tahun berlalu.
Lain kata, rapat senat itu merupakan bagian dari perjuangannya
sejak 5 Juli 1996 silam. Atau perjuangan sejak masuk sekolah dasar (SD) YPPGI
Obano, Distrik Paniai Barat, Kabupaten Paniai.
Di tengah keramaian itu, Naut mengenang kisah perjuangannya di
arena pendidikan.
Tahun 1996 itupula, Naut dikirim ke Enarotali sesuai
permintahan orangtua wali, Markus Uti dan Mince Keiya. Masuk di SD YPPGI
Enarotali. Tak lama berselang, kedua pasangan ini mengirim Naut ke Timika tahun
2000.
Perjalanan itu seperti kata whasiat almahrum Pendeta Daniel Uti di Obano
tahun 1996. “Kamu harus sekolah karena pendidikan adalah bagian terpenting
dalam hidup manusia!”.
Di Kota Timika, Naut masuk SD YPPK Tiga Raja pada kelas V, tamat
SD tahun 2002. Tamat SMP Santo Bernadus Timika tahun 2005.
Ibadah syukur bersama rekan-rekannya di Manado (ist) |
Impiannya cukup besar. Ia memiliki cita-cita melanjutkan
pendidikan. Tamat Sekolah Menengah Kejuruan (SMK) 01 Kuala Kencana, tahun 2008.
“Saya kuliah atau tidak? Dalam hati saya mengatakan, Naut harus
kuliah,” kenangnya saat ditemui LAndaAS baru-baru ini.
Keinginan itu terwujud tahun 2010. Ia terseleksi sebagai salah
satu peserta beasiswa LPMAK. Kesempatan itu dipergunakan untuk melanjutkan
pendidikan ke Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan (FKIP) UNIMA.
Rasa syukur dan riangpun tak perna surut. Sebab beban hidupnya,
terutama biaya pendidikan ditanggung sepenuhnya oleh LPMAK.
“Kita dapat beasiswa penuh. Tugas kita hanya belajar dan
menunjukkan nilai kepada LPMAK sebagai pengganti orangtua kita,” kata lelaki
yang diberangkatkan dalam kelompok peserta beasiswa LPMAK angkatan tahun 2010
itu.
Usai wisuda berpose bersama keluarga dan kerabat (ist) |
Ia merasa beban pendidikan terbantu. LPMAK menjadi pengganti kedua
orangtuanya yang meninggal semasa kecil di kampung halamannya. Ia tak kenal
raut wajah ayahnya. Juga potret mimik ibunya, hanya sekilas masih samar-samar
di benaknya.
Baginya, motivasi dan dukungan LPMAK cukup penting dalam riwayat
pendidikannya. Sebab, berkat beasiswa LPMAK itu, menamatkan pendidikan
setingkat sarjana. Bergelar S.Pd atau sarjana pendidikan di Kota Manado.
“Sekarang ini saya bersyukur kepada Tuhan melalui LPMAK.
Kebanggaan tersendiri ketika memakai toga di UNIMA,” riang sarjana yang lulus
dengan IPK 3,55 itu.
Lelaki berusia 24 tahun itu bercita-cita melanjutkan pendidikan ke
jenjang berikutnya, pasca sarjana pada bidang yang digemarinya. (willem bobi)