Tampilkan postingan dengan label Pendidikan. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label Pendidikan. Tampilkan semua postingan

Rabu, 11 Maret 2015

LPMAK Serahkan Bantuan BAMA Ke Asrama KPG Timika

Salah satu kekurangan para peserta didik dimanapun adalah sering mengalami kekurangan bahan makanan (BAMA) selama mengenyam pendidikan. Situasi itu merupakan bagian sejarah perjuangan siapapun yang pernah mengenyam pendidikan dan menghuni asrama dimanapun.
Salah satunya dialami para peserta didik di Kolese Pendidikan Guru (KPG) di Jalan SP V Timika, Papua. Menurut Kepala Biro Pendidikan LPMAK, Titus Kemong, dari ratusan peserta didik di KPG SP V, biaya pendidikan tiap semester sekitar 21 peserta diantaranya dibiayai oleh Biro Pendidikan LPMAK sesuai aturan dan mekanisme pedoman beasiswa.
Tim Biro Pendidikan bersama pendamping dan peserta penghuni asrama kPG Timika asal Kamoro berpose bersama usai menerima bantuan bahan makanan (bama) dari yang disalurkan LPMAK melalui biro pendidikan urusan anak dan pemuda, serta bagian pendukung asrama pendidikan di Mimika. (foto bobi)
“Mereka sering mengalami kesulitan makanan, sehingga bantuan kepada peserta didik penghuni asrama KPG di SP V Timika, perlu dibantu,” kata Titus Kemong, kepala Biro Pendidikan LPMAK, Timika, Rabu (11/3).
Sekitar Maret-April mendatang, mereka sudah memasuki persiapan ujian, sehingga putra maupun putri asal Kamoro diharapkan mempergunakannya bama secara baik sesuai kebutuhan di asrama.
Bantuan yang diserahkan diantaranya, kata Kemong, terdiri dari kebutuhan makan dan minum di asrama. Diantaranya, beras 20 kilogram sebanyak 30 sak, mie goring 10 karton, mie sedap soto 40 karton, garam 1 karton, kopi senang 1 karton, gula 2 karton, royco 1 dos besar, vetsin ajinomoto 1 dos, minyak goring ukuran 5 liter 5 gen, daun the 1 dos, ikan kaleng sarden 2 dos, sambal ABC botol sedang 5 botol,  sabun mandi lux 2 dos, sabun cuci rinso 1 kilogram 2 karton, serta odol gigi (pepsodent) 2 dos.
“Bama dipakai selama di asrama, jadi sifatnya meringankan beban di asrama. Habis makan, belajar dan belajar, supaya prestasi juga membaik dan cepat selesai sesuai waktunya,” demikian harap Titus Kemong mewakili LPMAK.
Penyaluran bantuan tersebut diterima oleh Ketua Ikatan Pelajar dan Mahasiswa Asrama (IKPAMAS) KPG Timika, Abraham Weipumi, disaksikan juga guru dan dosen pendamping, Suharti.
“Asrama dan sekolah ini adalah milik pemerintah, tapi selama ini taka da bantuan dari pihak manapun. Untuk itu kami sangat berterima kasih kepada LPMAK yang selama ini memperhatikan biaya pendidikan dan kebutuhan bahan makanan di asrama,” sambut Ketua IKPAMAS KPG Timika, Abraham Weipumi. (willem bobi)

Jumat, 30 Januari 2015

Beternak Ayam, Dua Mahasiswa Belajar Dua Aspek

Para peserta beasiswa LPMAK, tidak hanya dinilai berprestasi dalam aspek akademik di kampus, tapi juga memiliki prestasi non-akademik berupa keterampilan di luar Kampus Universitas Negeri Papua (UNIPA) Manokwari. Demikian potret, dua mahasiswa tanggungan LPMAK di Kota Studi Manokwari, Provinsi Papua Barat.
Kedua mahasiswa, Frits Roni Teharoko dan Elias Deikme ditemui Kepala Biro Pendidikan LPMAK, Titus Kemong di lokasi kandang peternakan ayam potong di Manokwari beberapa waktu lalu. (Saidui)
“Kedua mahasiswa itu tidak hanya memiliki kemampuan di kampus, tapi juga memiliki lokasi usaha beternak ayam,” kata Yohana Saidui, Staf Biro Pendidikan LPMAK, beberapa waktu lalu.
Kedua peserta beasiswa itu adalah Frits Roni Teharoko angkatan beasiswa LPMAK tahun 2010 serta Elias Deikme. Usaha peternakan ayam itu awalnya sekedar mengisi waktu luang usai kuliah di Jurusan Kesehatan Hewan.
Dalam diskusi kedua anak itu, bersepakat untuk merintis usaha ternak ayam potong, disamping praktek ilmu yang diajarkan di kampus negeri tersebut.
“Usaha ini dirintis pada bulan September 2013 lalu. Awalnya  mereka dua meminjam modal dari pengelola sebesar Rp. 11.000.000,- dengan memanfaatkan kandang sapi milik universitas yang sudah tidak difungsikan lagi,” tulis Yohana Saidui kepada LAndAS.
Anakan bibit ternak ayam potong dua mahasiswa yang tergolong sebagai peserta beasiswa LPMAK di Kota Manokwari, Provinsi Papua Barat. (Saidui)

Pinjaman awal itu dipergunakan untuk membeli ayam sebanyak 400 ekor, serta peralatan dan pakan ternak ayam. Keuletan kedua mahasiswa, hasilnya ayam itu dipanen pertama pada Desember2013. Satu ekor ayam potong dijual seharga 65.000 rupiah. Demikian juga panenan tahap kedua pada pertengahan tahun 2014 lalu.

Keuntungannya dipergunakan membayar utang, serta dipergunakan untuk keberlanjutan usaha sampai detik ini, 2015. Hingga kini, kedua mahasiswa itu melapor, sedang mempersiapkan usaha tahap ketiga, tahun 2015 mendatang. (*/willem bobi)

Kamis, 29 Januari 2015

Mengenai Kuliah Beasiswa LPMAK: ‘Anak Itu Mengaku Punya Masalah!’

Tiba-tiba saja anak itu melintas masuk ke dalam rumahnya. Kemudian ia keluar dan menyalami Tim Biro Pendidikan LPMAK, Tim non-Akademis Universitas Katolik (UNIKA) Soegijapranata Semarang serta kru wartawan yang menanti kedatangannya sekitar setengah jam lebih di rumahnya.
Mimik Drs. Albertus Istiarto, MA saat menjumpai orangtua  di Timika. (bobi)
“Kamu kenal tidak sama bapa-bapa ini?” ibunya menyapa biasa, Kamis (29/01/2015). Tentunya melanjutkan pertanyaan alasan, mengapa anak itu tidak kuliah?
“Kemarin ada masalah dengan teman-teman. Daripada pusing, saya minta tiket pulang saja ke Timika,” katanya ramah, jujur  menjawab pertanyaan. Juga sengaja tak memberitahu pihak kampus, tim pendamping non-akademis di UNIKA.
“Lalu, kenapa tidak lapor sama bapa-bapa ini? Padahal masalah itu-kan bisa diselesaikan bersama bapa-bapa ini?” jelasnya berulang kali. Ibunya memahami berbeda sikap dengan segelintir orangtua yang membiarkan juga tentang tugas, tanggungjawab dan peran orangtua. Segelintir orangtua lain berpikir, mendapat beasiswa LPMAK berarti menyerahkan seluruh nasibnya kepada LPMAK, atau tak perlu dipantau dan diawasi oleh orangtua.
Situasi itu berbeda dengan alasan UNIKA Semarang. Anak itu sendiri, kemudian pihak UNIKA, LPMAK dan peran orangtua peserta beasiswa sekalipun sangat penting.
Persoalan sepele sekalipun, kebanyakan mahasiswa masih merahasiakan kepada orangtua, wali atau pihak pendamping non-akademis di kampus yang bersangkutan.
“Masalah itu biasa sama teman. Asal kamu mau berbuka hati, saling meminta maaf, lalu selesai!” tekan mamanya.
Lalu anak itu menjawab: “Iya, saya mau kuliah lagi. Besok tanggal 1 (Februari 2015) saya mau berangkat kembali kuliah,” balasnya.
Pertemuan orangtua peserta beasiswa, Tim Biro Pendidikan LPMAK bersama Pihak Non-akademis kampus UNIKA Semarang menemukan persoalan yang dihadapi anak itu.
“Sejak awal, mama sudah curiga kamu. Masa dari Januari sampai Februari itu, libur kampus?” gumangnya?
“Bagaimana hasil kamu, semester kemarin?” ungkit Albertus Istiarto mewakili pedamping Non-akademis Kampus UNIKA Semarang.
“Sekitar 3 atau 4 mata kuliah!” singkat anak itu.
Setidaknya peserta beasiswa itu telah berbuka hati, mengungkapkan persoalannya. Ia tekad mau kembali kuliah, 1 Februari (2015) besok.
Mamanya merasa puas, berterima kasih kepada Tim UNIKA - LPMAK walau terdapat ucapan kekesalan terhadap laporan anaknya selama ini.

“Rugi dong, kalau kamu tidak selesaikan masalah lalu tinggalkan kuliah dan buat libur sendiri?” pesannya agar jangan mengulangi perbuatan yang mengorbankan misi perjuangan masa depan itu. (willem bobi)

Orangtua Peserta Beasiswa (II): “Mau Kuliah Lagi atau Tidak?

Sekitar dua kali mamanya telpon anaknya datang, setelah seminggu lebih menghilang atau menumpang di rumah keluarga lainnya di Kota Timika.
“Jadi mama tidak bilang, kalau dia aktif kuliah?”
Staf Biro Pendidikan LPMAK, Wawan Darmawan bersama Albertus Istiarto dari UNIKA Semarang memeriksa data dan alamat orangtua peserta beasiswa sebelum turun lapangan di Kota Timika, Kamis (29/01/2015). (bobi)
“Kadang-kadang kami tanya, kamu kuliah kapan? Mau kuliah atau tidak?” katanya menjelaskan situasi komunikasi terhadap anaknya selama ini.
Lanjutnya, satu minggu kuliah, kemudian satu minggu libur lagi. Begitu-begitu, mengulangi jawaban anaknya.
Diskusi itu seperti membuka rahasia, sikap cuek-mencuek antara orangtua peserta beasiswa dan anaknya. Sebab, selama ini terkesan, peran orangtua minim, serta pendidikan itu seolah tak penting bagi anaknya atau bagi anak itu sendiri. Lalu apa yang mesti dibuat?
“Kita ingin tahu, orangtua tak tahu perkembangan anak (meski jahu, ada komunikasi telpon-red) dia sudah hampir satu bulan di Timika, seperti membiarkan kuliahnya?” tanya Tim UNIKA yang dipimpin Albertus Istiarto, bagian non-Akademis mahasiswa UNIKA itu, Kamis (29/01/2015) siang.
Mamanya diam, seperti berpikir panjang dan merenungkan tentang nasib anaknya. Walau keluarga yang satu ini terkesan memiliki kemampuan ekonomi, cukup, anak itu memiliki kemampuan akademik sehingga lolos dalam peluang beasiswa LPMAK. Anak itu, dari 1000 orang yang ikut tes, terpilih karena prestasinya di Timika saat itu, tahun 2011.
“Anak-anak jarang kasi alamat yang lengkap, bahkan nomor telpon juga salah,” tambah Albertus.
Kisah itu juga yang terjadi, rumah satu yang didatangi siang ini adalah, tak sesuai nomor handphone kecuali alamat rumah yang jelas. Nomor handphone adalah milik saudara sepupunya. Sementara nomor handphone bapak dan ibu kandungnya tak diberikan oleh anaknya kepada UNIKA. Data itu diberikan sesuai fakta saat pendataan  identitas dan alamat orangtua atau wali orangtua yang bisa dihubungi, sediakala terjadi sesuatu atau menyampaikan informasi mengenai pendidikan anak.
“Tapi sekarang, bapa sudah datang, kasi nomor supaya kami bisa telpon dan berkomunikasi dengan pihak kampus ke depan. Dengan ini saya pikir, kita bisa pantau anak,” jawab mama itu berterima kasih.

“Iya, lebih baik demikian. Ke depan kita berharap, orangtua juga mendukung anak, melakukan komunikasi dan memantau anak. Kalau ada informasi yang meragukan, silahkan kontak kami,” balas Albertus bertukar nomor telponnya. –SELESAI-- (willem bobi)

Orangtua Peserta Beasiswa (I): ‘Tapi Saya Bertanya….?”

Beragam laporan situasi dan nasib pendidikan yang dilaporkan kepada orangtua atau walinya. Terkadang, laporan palsu-pun diungkapkan kepada orangtua. Berikut ini, salah satu temuan yang terungkap dalam liputan wartawan bersama Tim Pendamping Universitas Katolik (UNIKA) Soegijapranata, Semarang di Kota Timika, Kamis (29/01/2015).
Bagaimana situasi yang disebut, laporan palsu dari anak kepada orangtua mengenai nasib studi peserta beasiswa? Berikut ini petikan situasi yang terekam dalam komunikasi antara orangtua anak dan pihak UNIKA Semarang di Kota Timika, Kamis siang.
Drs Albertus Istiarto dan rekannya bersama Tim Biro pendidikan merencanakan aksi keliling kota Timika untuk menjumpai dan mendiskusikan perkembangan anak serta peran orangtua peserta beasiswa kepada anak yang bersangkutan, Kamis (29/01/2015). (bobi)
“Anak saya kadang bicara melalui telpon, saya binggung. Kenapa bisa begitu ya?” heran seorang mama, anaknya menjadi peserta beasiswa LPMAK di UNIKA Semarang.
“Ya itu maksudnya, kami mau kasitahu langsung, supaya orangtua juga tahu, anak kuliah atau tidak?” sambung Albertus, pendamping non-Akademis bagian urusan nasib pendidikan, kesehatan peserta beasiswa dan urusan non-akademis lainnya itu.
“Satu tahun ini, dia (anak peserta beasiswa bersangkutan-red) belum perna mendapat KRS. Kenapa ya?” tanya mama itu lagi.
“Kadang kita tanya, mau kuliah atau tidak?” jelas Albertus mengenai situasi anak itu. Dosen berpenasaran, malah ingin tahu. Apakah ada persoalan selain urusan kampus?
Mendengar penjelasan itu, mama itu menjawab, keberadaan anaknya. “Dia sekarang ada di Timika!”, sejak bulan desember lalu, hingga Januari belum kembali ke Kota Studi Semarang.
Informasi mengenai keberadaan peserta beasiswa itu tak diketahui, atau belum dilaporkan kepada Biro Pendidikan LPMAK. Baru diketahui sejak siang tadi.
Lantas siapa yang membiayai tiket Semarang-Timika, atau mengijinkan untuk libur berlama di Timika?
“Dia minta tiket, katanya, liburnya dua bulan, sampai Februari. Jadi dia pulang ke Timika,” sambung mamanya.
Kedatangan Tim UNIKA bersama Tim Biro Pendidikan ke rumahnya merupakan, peristiwa baru bagi keluarga peserta beasiswa itu.
“Dia tidak kuliah, jarang kelihatan di kampus. Padahal, kita berharap orangtua juga ikut mengontrol, mendukung dan memotivasi anak!” pesan Albertus didampingi seorang rekan UNIKA merekam hasil wawancara itu.

“Syukur bapa bisa datang beritahu tentang anak. Kalo begitu, lebih baik kita tanya dia langsung. Dia ada di Kwamki Lama sekarang,” ujar mama itu sambil mengangkat telpon selulernya… BERSAMBUNG. (willem bobi)