Rabu, 28 Januari 2015

Dosen Filsafat "Fajar Timur" Menanggapi Misi LPMAK

Setiap orang, kelompok atau institusi biasanya memiliki tanggapan dan pandangan terhadap sesuatu. Demikian juga terhadap misi dan karya Lembaga Pengembangan Masyarakat Amungme dan Kamoro (LPMAK).  
Misi pelayanan  dalam mengelola dana kemitraan PT Freeport Indonesia itu mendapat perhatian dan tanggapan dari arena Kampus Sekolah Tinggi Filsafat dan Teologi (STFT) Fajar Timur, Abepura Jayapura.
Pater Domi Hodo, Pr di ruang huni di Arena Kampus STFT Fajar Timur, Abepura Jayapura. (dokumen fb)
Tanggaapn itu diawali dengan sebutan, LPMAK merupakan wadah orang-orang hebat, serta berkemampuan dalam berpikir. 
“LPMAK itu terdiri dari orang-orang yang berpikir cerdas, punya hati dan tentu punya misi sebagai penerus misi pelayanan Tuhan,” Ungkap Pater Domi Hodo, salah satu dosen berkelas di sekolah yang biasanya mempersiapkan calon imam dan rohaniwan Katolik itu, Rabu (28/01/2015).
Menurutnya, karyawan-karyawati LPMAK mengemban tugas yang berat, sebab pertanggungjawabannya berat kepada masyarakat 2 suku, 5 suku atau Papua ke depan.  Tanggungjawab juga kepada PT Freeport, lanjutnya menilai misi dan karya LPMAK.
Tak hanya itu, dosen dan pembimbing mahasiswa filsafat-teologi itu menilai misi luhur mesti seluhur misi penyelamatan Allah.
“Kalau para nelayan, biasa berkata: lebih bagus, baik dan benar kalau menjadi penjala ikan dan juga penjala manusia,” ucapnya berilustrasi tentang tantangan  berat yang disebutkan itu. Sebab itu, jika terbiasa menjala ikan, maka gampang menjala manusia yang unggul dan berhasil menjalani proses kehidupan seseorang.
Lain kata, ikan kecil dan ikan besar, pasti sama-sama ikan. Keduanya enak dimakan bila disajikan sebagai makanan manusia kecil atau manusia besar, pastilah tetap merupakan manusia. Sama-sama manusia ciptaan Tuhan.
Terjemahan ilustrasi itu, Pater Domi mengkutip pesan P. Kaunda, salah seorang pejuang Hak Azasi Manusia (HAM) di Zambia.
“Manusia adalah manusia, sehingga ia harus berlaku sebagai manusia. Jika tidak, ia mengingkari ke-MANUSIA-annya,” katanya menekan kembali misi luhur manusia.
Tentunya semua jalan pasti terlihat mulus, tapi juga terkadang hambatan, tantangan dan halangan beraneka ragam.

“Seperti sebuah lagu yang syairnya The road ahead is empty it’s paved, with miles of the unknown” sebutnya.  Mengenai kesadaran terhadap keterbatasan manusia, silahkan menyimak lagu City to city. Tentang, menemukan kesadaran. Kemudian kembali kepada misi awal yang luhur dan murni, terutama ketika seorang pelayan tersesat atau nyaris sekalipun. (willem bobi)