Setiap
orang, kelompok atau institusi biasanya memiliki tanggapan dan pandangan terhadap
sesuatu. Demikian juga terhadap misi dan karya Lembaga Pengembangan Masyarakat
Amungme dan Kamoro (LPMAK).
Misi
pelayanan dalam mengelola dana kemitraan
PT Freeport Indonesia itu mendapat perhatian dan tanggapan dari arena Kampus
Sekolah Tinggi Filsafat dan Teologi (STFT) Fajar Timur, Abepura Jayapura.
Pater Domi Hodo, Pr di ruang huni di Arena Kampus STFT Fajar Timur, Abepura Jayapura. (dokumen fb) |
Tanggaapn itu diawali dengan sebutan, LPMAK merupakan wadah orang-orang hebat, serta berkemampuan dalam berpikir.
“LPMAK
itu terdiri dari orang-orang yang berpikir cerdas, punya hati dan tentu punya
misi sebagai penerus misi pelayanan Tuhan,” Ungkap Pater Domi Hodo, salah satu
dosen berkelas di sekolah yang biasanya mempersiapkan calon imam dan rohaniwan
Katolik itu, Rabu (28/01/2015).
Menurutnya,
karyawan-karyawati LPMAK mengemban tugas yang berat, sebab
pertanggungjawabannya berat kepada masyarakat 2 suku, 5 suku atau Papua ke
depan. Tanggungjawab juga kepada PT
Freeport, lanjutnya menilai misi dan karya LPMAK.
Tak
hanya itu, dosen dan pembimbing mahasiswa filsafat-teologi itu menilai misi
luhur mesti seluhur misi penyelamatan Allah.
“Kalau
para nelayan, biasa berkata: lebih bagus, baik dan benar kalau menjadi penjala ikan dan juga penjala manusia,” ucapnya berilustrasi tentang tantangan berat yang disebutkan itu. Sebab itu, jika
terbiasa menjala ikan, maka gampang menjala manusia yang unggul dan berhasil
menjalani proses kehidupan seseorang.
Lain
kata, ikan kecil dan ikan besar, pasti sama-sama ikan. Keduanya enak dimakan bila
disajikan sebagai makanan manusia kecil atau manusia besar, pastilah tetap
merupakan manusia. Sama-sama manusia ciptaan Tuhan.
Terjemahan ilustrasi itu, Pater Domi mengkutip pesan P. Kaunda, salah
seorang pejuang Hak Azasi Manusia (HAM) di Zambia.
“Manusia
adalah manusia, sehingga ia harus berlaku sebagai manusia. Jika tidak, ia
mengingkari ke-MANUSIA-annya,” katanya menekan kembali misi luhur manusia.
Tentunya
semua jalan pasti terlihat mulus, tapi juga terkadang hambatan, tantangan dan
halangan beraneka ragam.
“Seperti
sebuah lagu yang syairnya The road ahead
is empty it’s paved, with miles of the unknown” sebutnya. Mengenai kesadaran terhadap keterbatasan
manusia, silahkan menyimak lagu City to city. Tentang, menemukan kesadaran. Kemudian
kembali kepada misi awal yang luhur dan murni, terutama ketika seorang pelayan
tersesat atau nyaris sekalipun. (willem bobi)