Jumat, 23 Januari 2015

Di Bawah Terpal, Gelappun Tetap Jadi!


Surya nyaris ke peraduan. Kian lama berkas sinar itu berkurang di cela ranting dan pepohonan Pantai Mimika Barat.
Anak-anak riang menyambut perahu susun yang baru tiba, di Dermaga Amar, Distrik Amar tengah Desember 2014 lalu. Mereka datang seiring air pasang, perahu bersandar di atas pasir putih yang nyaris tertutup air pasang.
Redupnya sinar surya masih bayang-bayang di balik dermaga, pepohonan, dan rumah warga. Bekas senja itu masih membedakan jalan dan rumah, seolah langit masih menunjuk jalan bagi manusia di akhir tahun itu.  
Tim pengendalian Malaria  terus berjalan, menuju Balai Kampung dan Rumah petugas perawat yang ditempatkan pemerintah Mimika. Seperti biasanya, mereka melakukan kegiatan bersambung dari kawasan Mimika Timur.
 Surat ijin menyebut, kegiatan itu bersambung dari daratan Ipiri, Paripi dan Yaraya, masih Distrik Amar.
Segala peralatan dan perlengkapan, termasuk obat-obatan dan logistik tertata rapi di Balai Kampung Amar, Distrik Amar.
“Selamat sore, setelah penyuluhan kita akan melanjutkan dengan pemeriksaan darah, bagi yang bersedia atau merasa gejala malaria silahkan darahnya diperiksa,” demikian arahan penanggungjawab kegiatan pengendalian malaria, Frans Korinus Wabiser.
Ia bekerja khusus, memimpin tim pengendalian malaria LPMAK yang terdiri dari beberapa teknisi penyemprotan IRS. Tugasnya menyemprot rumah warga, kemudian membagikan kelambu kepada warga setempat.
Selain itu, tim itu terdiri juga para petugas Pustus setempat. Para perawat itu bergabung untuk memverifikasi pasien, mengambil sampel darah. Kemudian petugas lain, menyiapkan papan sampel darah sehingga siap diperiksa dibawah mikroskop elektron.
“Siapa yang mau periksakan darah, silahkan maju dan antri!” demikian kalimat komando yang terlontar di bawah atap gedung tua.
Di bawah bangunan kampung itu, warga mengikuti kegiatan penyuluhan. Serius menonton video, film sosialisasi dan aneka tayangan mediasi lainnya.

Anak-anak duduk di muka berpangku kaki di lantai. Satu-dua pria dan ibu-ibu berdiri seperti membuat pagar sekelilingnya.
Sejenak senyum, tertawa, terkadang menilai dan memberikan komentar tentang film itu. “Kalau mabuk, jalan sembarang, itu cepat dapat penyakit!” kata-kata yang terekam saat itu.
Seorang pasien bersukarela darahnya disampling (dok kes)
Sepinya malam, hanya terdengar deruhnya ombak menghantam pasir putih dan akar mangi-mangi.
Angin sepoi-sepoi mengetarkan dinding dan atap rumah. Di lain waktu menerpa dinding balai kampung, serta rumah-rumah beratap rumbai-rumbai dan terpal.
Perawat membantu verifikasi pasien (dok kes)
Malam pun kian sepi, diesel berbunyi naik-turun. Hanya ukuran 5 liter bensin, mampu menerangi sepanjang memeriksa plat-plat sampel darah.
Pekerjaan-pekerjaan itu bertujuan menghasilkan data-data seperti jumlah pasien, jenis penyakit, atau gangguan lain pada tubuh seseorang.
“Diare atau sakit ringan lain juga kita kasi obat. Tapi kalau temuan positif malaria, berarti diobati, jadi pasien langsung mendapat obat sesuai hasil pemeriksaan,” kata Wabiser.
Sebelumnya, pemeriksaan dan pengendalian malaria dilakukan di Distrik Mimika Timur.
Frans Wabiser memeriksakan darah di mikroskop (dok kes)
“Sebagian penduduk kampung Omawita lebih sering berada di befak, mencari keraka. Sama juga di Mimika Barat. Faktor-faktor ini menyebakan angka malaria cukup tinggi,” katanya.
Kendala sering dijumpai.
Masyarakat sering meninggalkan rumah, dikunci. Jadi tak bisa melakukan semprot rumah.
Kesulitan-kesulitan itu menyebabkan angka SPR tinggi, sekitar 14persen di Mimika Timur Jauh.
Faktor alam dan kebiasaan warga di Atuka juga menyebabkan, angka SPR masih tinggi sepanjang September 2014 lalu.
Situasi itu yang diperjelas Kepala Biro Kesehatan LPMAK, Yusup Nugroho, baru-baru ini. 
”Sebanyak 22 kampung, 388 rumah disemprot (IRS), 660 kelambu dibagikan dan dipasang. Sebanyak 2.640 orang mengikuti penyuluhan. Sebanyak 3.292 orang diperiksa, total 7,5persen positif kena malaria,” tulisnya mengenai program pengendalian malaria oleh LPMAK di Pesisir  Mimika sepanjang tahun 2014.

Pesan itu meringkas situasi dan persentase pasien di tingkat kampung. Tentunya berpengaruh terhadap angka dan jumlah pasien malaria yang berkunjung ke pos pelayanan kesehatan, puskesmas maupun rumah sakit di Kota Timika. (willem bobi)