Tiba-tiba saja anak itu melintas masuk ke
dalam rumahnya. Kemudian ia keluar dan menyalami Tim Biro Pendidikan LPMAK, Tim
non-Akademis Universitas Katolik (UNIKA) Soegijapranata Semarang serta kru
wartawan yang menanti kedatangannya sekitar setengah jam lebih di rumahnya.
Mimik Drs. Albertus Istiarto, MA saat menjumpai orangtua di Timika. (bobi) |
“Kamu
kenal tidak sama bapa-bapa ini?” ibunya menyapa biasa, Kamis (29/01/2015).
Tentunya melanjutkan pertanyaan alasan, mengapa anak itu tidak kuliah?
“Kemarin
ada masalah dengan teman-teman. Daripada pusing, saya minta tiket pulang saja
ke Timika,” katanya ramah, jujur
menjawab pertanyaan. Juga sengaja tak memberitahu pihak kampus, tim
pendamping non-akademis di UNIKA.
“Lalu,
kenapa tidak lapor sama bapa-bapa ini? Padahal masalah itu-kan bisa diselesaikan
bersama bapa-bapa ini?” jelasnya berulang kali. Ibunya memahami berbeda sikap dengan
segelintir orangtua yang membiarkan juga tentang tugas, tanggungjawab dan peran
orangtua. Segelintir orangtua lain berpikir, mendapat beasiswa LPMAK berarti
menyerahkan seluruh nasibnya kepada LPMAK, atau tak perlu dipantau dan diawasi
oleh orangtua.
Situasi
itu berbeda dengan alasan UNIKA Semarang. Anak itu sendiri, kemudian pihak
UNIKA, LPMAK dan peran orangtua peserta beasiswa sekalipun sangat penting.
Persoalan
sepele sekalipun, kebanyakan mahasiswa masih merahasiakan kepada orangtua, wali
atau pihak pendamping non-akademis di kampus yang bersangkutan.
“Masalah
itu biasa sama teman. Asal kamu mau berbuka hati, saling meminta maaf, lalu
selesai!” tekan mamanya.
Lalu
anak itu menjawab: “Iya, saya mau kuliah lagi. Besok tanggal 1 (Februari 2015)
saya mau berangkat kembali kuliah,” balasnya.
Pertemuan
orangtua peserta beasiswa, Tim Biro Pendidikan LPMAK bersama Pihak Non-akademis
kampus UNIKA Semarang menemukan persoalan yang dihadapi anak itu.
“Sejak
awal, mama sudah curiga kamu. Masa dari Januari sampai Februari itu, libur
kampus?” gumangnya?
“Bagaimana
hasil kamu, semester kemarin?” ungkit Albertus Istiarto mewakili pedamping
Non-akademis Kampus UNIKA Semarang.
“Sekitar
3 atau 4 mata kuliah!” singkat anak itu.
Setidaknya
peserta beasiswa itu telah berbuka hati, mengungkapkan persoalannya. Ia tekad
mau kembali kuliah, 1 Februari (2015) besok.
Mamanya merasa puas, berterima kasih kepada Tim UNIKA - LPMAK walau terdapat ucapan kekesalan terhadap laporan anaknya selama ini.
“Rugi
dong, kalau kamu tidak selesaikan masalah lalu tinggalkan kuliah dan buat libur
sendiri?” pesannya agar jangan mengulangi perbuatan yang mengorbankan misi
perjuangan masa depan itu. (willem bobi)